0


Kupandangi lekat-lekat laki-laki yang telah tertidur pulas di sampingku. Sang waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Terlihat wajahnya yang kelelahan. Aku melirik meja kecil yang terletak di samping ranjang sebelah kirinya, tak kulihat benda yang ku maksud. Ku raba di dekat bantalnya pun, tidak kutemukan. Aku mencari ponsel suamiku. Aku turun dari kasurku, berjalan mengendap-ngendap menuju pintu kamar, mendekati baju dan celana yang tergantung di belakangnya. Segera aku merogoh saku celananya sebelah kiri, ah tidak ku temukan. Tiba-tiba terdengar suara besi tali pinggangnya membentur pintu, aku langsung menoleh ke arahnya. “Ahh...aman” gumamku.
Aku duduk agak menunduk di lantai dekat jendela kamar, aku mengusap layar  ponselnya. Ku pilih menu log panggilan, ada banyak panggilan masuk dan keluar untuk nomor yang sama, tanpa disave pemiliknya. Aku perhatikan waktu panggilannya bervariasi. Aku lanjutkan memilih menu pesan. Kulihat di menu kotak masuk, hanya sedikit pesan yang masuk dan tidak ada pesan yang mencurigakan. Aku beralih ke menu kotak terkirim, banyak pesan ke nomor baru tadi. Aku baca pesannya satu persatu.
“Terima kasih mi, mami sudah mau mencintai papi dengan tulus”
“Sepertinya papi ketahuan mi, kami pasti ribut besar nanti”
“Mi angkat teleponnya, papi mau bicara, sebentar lagi papi sampai”
Aku tidak sanggup lagi membacanya, pernapasanku sudah mulai tidak teratur, dadaku naik turun, terasa ada hawa panas datang menyelimuti hatiku, mataku mulai berkaca-kaca membaca kata demi kata yang ada di dalam pesannya. Aku semakin tidak bisa menguasai diri. Tangisku pun pecah, sembari menutup mulutku dengan tangan, kuseka airmataku. Berharap aku tidak menimbulkan suara gaduh. Ku buka kembali menu kotak masuk. Tidak kutemukan pesan masuk dari nomor tersebut. Mungkin sudah dihapus oleh empunya handphone ini.
Aku kian terisak, tak percaya apa yang baru saja kualami. Laki-laki dengan postur tubuh proporsional, dadanya yang bidang, hidung mancung dan kulit sawo matang, yang selalu romantis, tega bermain gila di belakangku. Setelah kurang lebih 14 tahun kami menikah, hal ini baru aku alami. Aku tak bisa mengurangi volume suaraku, akhirnya suara tangisku semakin kencang, aku semakin larut dalam sedu sedanku.
Laki-laki yang tengah tertidur pulas itu, akhirnya terusik juga dengan tangisku. Dia terbangun, dengan mata yang merah, dia melompat dari tempat tidurnya, langsung berlari ke arah ku.
“Ada apa ma? Dia memegangi kedua pundakku, dengan tatapan sangat terkejut. Dan berusaha mengusap matanya yang masih terlihat merah.
Braaak...tanpa bicara kulempar ponselnya dengan keras ke arah pintu kamar. Menghasilkan suara yang begitu keras. Ponselnya berderai.
“Astagfirullah” Ucapnya sambil memunguti bagian-bagian ponselnya. Seakan baru menyadari, kalau aku telah menggunakan ponselnya entah berapa lama.
“Ceraikan aku...” teriakku histeris.
Dia langsung melompat ke arahku, berusaha memelukku, namun aku tak sudi lagi. Ku dorong tubuhnya sekuat tenaga, sembari berteriak “pergi...”
“Ma...dengar dulu ma...papa bisa jelaskan” ucapnya berusaha menenangkanku.
Namun aku tetap menangis dengan suara kencang. “pergi....” teriakku lagi.
Di tetap memelukku, aku berusaha melepaskan diri, aku menendang kakinya. Sambil terus berteriak, “pergi...pergi...pergi...” aku sudah tidak mau melihat mukanya lagi. Aku pukuli dadanya, ku tampar pipinya, namun dia tetap berusaha memelukku. Entah kekuatan apa yang aku miliki, aku berhasil mendorongnya hingga tersungkur. Di berdiri lagi, memeluk kakiku.
“Ma...mohon maafkan papa...dengarkan papa dulu ma” suaranya mulai terdengar agak serak.
Aku semakin menggila, kupukuli kepalanya berkali-kali, dia semakin erat bersimpuh memeluk kakiku.
“Pergi...kejarlah perempuan itu...tinggalkan aku bersama anak-anak...jangan dekati kami lagi” teriakku semakin histeris. Aku semakin kesetanan.
“Pergi jauh..jauh..” ku dorong kembali tubuhnya, dia tertelentang. Aku berlari ke sudut kamar dekat lemari. Aku menangis tersedu-sedu. Aku berteriak sembari mengankat tangan kananku “jangan mendekat lagi”
Diapun berdiri, lalu duduk di pinggir ranjang, kudengar suara tangisnya. Namun aku tidak sudi melihatnya. Hatiku telah hancur, tak berbentuk lagi. Begitu cepat kejadiannya, aku tidak dapat berpikir lagi. Aku masih larut dalam tangisku.

Posting Komentar

 
Top