Kupandangi lekat-lekat
laki-laki yang telah tertidur pulas di sampingku. Sang waktu menunjukkan pukul
sebelas malam. Terlihat wajahnya yang kelelahan. Aku melirik meja kecil yang
terletak di samping ranjang sebelah kirinya, tak kulihat benda yang ku maksud.
Ku raba di dekat bantalnya pun, tidak kutemukan. Aku mencari ponsel suamiku. Aku
turun dari kasurku, berjalan mengendap-ngendap menuju pintu kamar, mendekati
baju dan celana yang tergantung di belakangnya. Segera aku merogoh saku
celananya sebelah kiri, ah tidak ku temukan. Tiba-tiba terdengar suara besi
tali pinggangnya membentur pintu, aku langsung menoleh ke arahnya. “Ahh...aman”
gumamku.
Aku duduk agak menunduk
di lantai dekat jendela kamar, aku mengusap layar ponselnya. Ku pilih menu log panggilan, ada banyak panggilan masuk dan keluar untuk nomor
yang sama, tanpa disave pemiliknya. Aku perhatikan waktu panggilannya
bervariasi. Aku lanjutkan memilih menu pesan. Kulihat di menu kotak masuk, hanya
sedikit pesan yang masuk dan tidak ada pesan yang mencurigakan. Aku beralih ke
menu kotak terkirim, banyak pesan ke nomor baru tadi. Aku baca pesannya satu
persatu.
“Terima kasih mi, mami sudah mau mencintai
papi dengan tulus”
“Sepertinya papi ketahuan mi, kami pasti
ribut besar nanti”
“Mi angkat teleponnya, papi mau bicara,
sebentar lagi papi sampai”
Aku tidak sanggup lagi
membacanya, pernapasanku sudah mulai tidak teratur, dadaku naik turun, terasa
ada hawa panas datang menyelimuti hatiku, mataku mulai berkaca-kaca membaca
kata demi kata yang ada di dalam pesannya. Aku semakin tidak bisa menguasai
diri. Tangisku pun pecah, sembari menutup mulutku dengan tangan, kuseka
airmataku. Berharap aku tidak menimbulkan suara gaduh. Ku buka kembali menu
kotak masuk. Tidak kutemukan pesan masuk dari nomor tersebut. Mungkin sudah
dihapus oleh empunya handphone ini.
Aku kian terisak, tak
percaya apa yang baru saja kualami. Laki-laki dengan postur tubuh proporsional,
dadanya yang bidang, hidung mancung dan kulit sawo matang, yang selalu
romantis, tega bermain gila di belakangku. Setelah kurang lebih 14 tahun kami
menikah, hal ini baru aku alami. Aku tak bisa mengurangi volume suaraku, akhirnya
suara tangisku semakin kencang, aku semakin larut dalam sedu sedanku.
Laki-laki yang tengah
tertidur pulas itu, akhirnya terusik juga dengan tangisku. Dia terbangun,
dengan mata yang merah, dia melompat dari tempat tidurnya, langsung berlari ke
arah ku.
“Ada apa ma? Dia memegangi kedua
pundakku, dengan tatapan sangat terkejut. Dan berusaha mengusap matanya yang
masih terlihat merah.
Braaak...tanpa bicara kulempar ponselnya
dengan keras ke arah pintu kamar. Menghasilkan suara yang begitu keras.
Ponselnya berderai.
“Astagfirullah” Ucapnya sambil memunguti
bagian-bagian ponselnya. Seakan baru menyadari, kalau aku telah menggunakan
ponselnya entah berapa lama.
“Ceraikan aku...” teriakku histeris.
Dia langsung melompat ke arahku,
berusaha memelukku, namun aku tak sudi lagi. Ku dorong tubuhnya sekuat tenaga,
sembari berteriak “pergi...”
“Ma...dengar dulu ma...papa bisa
jelaskan” ucapnya berusaha menenangkanku.
Namun aku tetap menangis dengan suara
kencang. “pergi....” teriakku lagi.
Di tetap memelukku, aku berusaha
melepaskan diri, aku menendang kakinya. Sambil terus berteriak,
“pergi...pergi...pergi...” aku sudah tidak mau melihat mukanya lagi. Aku pukuli
dadanya, ku tampar pipinya, namun dia tetap berusaha memelukku. Entah kekuatan
apa yang aku miliki, aku berhasil mendorongnya hingga tersungkur. Di berdiri
lagi, memeluk kakiku.
“Ma...mohon maafkan papa...dengarkan
papa dulu ma” suaranya mulai terdengar agak serak.
Aku semakin menggila, kupukuli kepalanya
berkali-kali, dia semakin erat bersimpuh memeluk kakiku.
“Pergi...kejarlah perempuan
itu...tinggalkan aku bersama anak-anak...jangan dekati kami lagi” teriakku
semakin histeris. Aku semakin kesetanan.
“Pergi jauh..jauh..” ku dorong kembali
tubuhnya, dia tertelentang. Aku berlari ke sudut kamar dekat lemari. Aku
menangis tersedu-sedu. Aku berteriak sembari mengankat tangan kananku “jangan
mendekat lagi”
Diapun berdiri, lalu duduk di pinggir
ranjang, kudengar suara tangisnya. Namun aku tidak sudi melihatnya. Hatiku
telah hancur, tak berbentuk lagi. Begitu cepat kejadiannya, aku tidak dapat
berpikir lagi. Aku masih larut dalam tangisku.
Posting Komentar