0




“Nda, kemana ayah? Manda sudah lama tidak bertemu ayah” tanya anak bungsuku sambil merengek.
“Amanda sayang, sabar ya. Ayah sedang ada pekerjaan ke luar kota” jawabku, sembari membelai rambut yang menutupi sebagian dahinya.
“Amanda rindu sama ayah” memangnya ayah sedang di mana? Jawabnya dengan wajah memelas dan menarik-narik bajuku.
“Nanti bunda tanya sama ayah ya, kapan ayah pulang. Sekarang Manda mandi dulu. Sebentar lagi kita ke Indomaret. Ucapku, berusaha mengalihkan perhatiannya.   

Komunikasi kami telah putus semenjak tiga bulan yang lalu. Kau tak menghubungiku, akupun tak mau tahu kabar darimu. Aku memutuskan untuk tidak meneleponmu, setelah ku kirimkan sms terakhirku. Aku hanya meminta kau berhenti bekerja di perusahaan yang menurutku sangat tidak jelas. Bagaimana mungkin, jika kita bekerja di suatu perusahaan, cukup hanya dengan menyetorkan sejumlah uang, kemudian menunggu uang tersebut akan kembali dalam beberapa bulan ke depan. Kau menjual kebun, tanpa sepengetahuanku. Hasil penjualannya, kau gunakan untuk bergabung di perusahaan itu. Aku telah banyak mendengar berita mengenai perusahaan penanaman modal yang menganut sistim multi level marketing, namun semua berakhir dengan penipuan. Uang hilang tak kembali, perusahaan mendadak bangkrut, pimpinan melarikan diri. Aku tetap tidak bisa menerimanya. Aku merasa sangat kecewa, emosiku begitu cepat tersulut, kau cacah jantungku. Kau yang berperan sebagai kepala keluarga, aku berharap kau mau menemuiku, namun kau terkubur dalam diammu. Aku memutuskan untuk memberi pilihan, kau berhenti dari pekerjaan yang kau sebut perusahaan itu, atau tinggalkan aku bersama anak-anakku.
Seminggu kemudian, setelah kau mendapat kabar dariku. Kaupun mengambil inisiatif untuk bertemu aku beserta keluarga besarku. Kau ingin mediasi, menyelesaikan masalah yang ada. Hari yang kau janjikanpun telah tiba. Orangtua, adik dan kakakku telah datang ke rumah, mereka telah menanti kedatanganmu. Akhirnya setelah magrib, kau menepati janjimu. Di rapat keluarga ini, aku diminta menyampaikan keluhanku, dan kaupun juga begitu. Setelah melewati debat yang panjang, kau masih saja mempertahankan pendapatmu. Kau tetap ingin melanjutkan usahamu, mengutarakan angan-anganmu ketika kau akan mendapatkan keuntungan besar dari usahamu. Aku kembali mendebatmu, bahwa usahamu sama dengan berjudi, aku tak sudi menerimanya. Pertemuan ini, tetap tidak menemukan titik temunya. Akhirnya aku yang memutuskan.

“Jika ayah lebih memilih pekerjaan itu, maka bunda akan mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama” Ujarku dengan suara yang bergetar, tanpa memandang ke arahnya.  
“Mengapa bunda mengambil keputusan seperti itu, keuntungan yang akan ayah peroleh sudah pasti untuk bunda dan anak-anak kita” jawabnya dengan nada tinggi.

Aku tetap bersikeras dengan pendapatku, bahwa aku tidak bisa menerima kenyataan ini. Aku lebih memilih berpisah darimu. Nasihat keluarga untuk mengurungkan niatku, tak kuhiraukan lagi. Setelah desakan dariku, aku ingin ada keputusan darimu. Jikau kau memilih pekerjaan itu, maka aku memilih berpisah darimu. Namun jika kau memilih untuk berhenti dari pekerjaan itu, maka aku akan menerimamu kembali. Akhirnya dengan berat hati, kau memutuskan untuk memilih berhenti dari pekerjaanmu dan memilih keluarga.  Alhamdulillah, kau lebih memilih kami, daripada pekerjaan yang tengah kau geluti. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur dalam hati, aku menangis tersedu, air mata ini telah membasahi wajah yang dari tadi terasa panas.




Posting Komentar

 
Top